KUATNYA IKHTIAR TAK MAMPU MEMBENDUNG
DATANGNYA TAKDIR
(Refleksi Perkuliahan Ketujuh Filsafat Ilmu Oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A)
Prof. Dr. Marsigit, M.A. pada
hari jum’at itu langsung mengajak kami untuk diskusi olah pikir. Kami para
mahasiswa kelas P2TK Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta langsung disuruh membuat pertanyaan minimal satu
yang nantinya akan dijawab oleh professor kebanggan kami karena beliau tidak
lagi mengadakan tes jawab singkat.
Satu pertanyaan yang
membuat saya jadi tertegun, yaitu antara ikhtiar dan takdir serta hubungan
sebab akibat. Pada saat itu dijelaskan panjang lebar antar ikhtiar dan takdir.
Untuk ilustrasinya, professor menceritakan kisah nyata hidupnya yang
melaksanakan ikhtiar sekuat tenaga tetapi takdir memutuskan lain.
Cerita bermula saat
professor lulus SMA, beliau saat itu ingin sekali kuliah di UGM sebagai pilihan
pertama dan IKIP Karangmalang (sekarang UNY) sebagai pilihan kedua.
Namun sayang, keinginan orang tua lain, professor saat itu diperintah agar
melanjutkan kuliah di STIE Jakarta yang nantinya bisa kerja di Departemen
Keuangan. Sebenarnya ia sudah menolak tetapi karena perintah orang tuanya
akhirnya ia menerima keputusan ayahnya.
Sebelum berangkat ke
Jakarta, beliau diajak ayahnya menemui kyai di daerahnya, konon katanya setiap
permintaan yang didoakan sang kyai selalu berhasil. Akhirnya, sebagai sebagai
syarat maka ia diberi kain putih untuk dibawa besok ke Jakarta dengan berbagai
syarat. Dimana kain tersebut tidak boleh: (1) tidak boleh dibawa ke tempat
judi; (2) tidak boleh dibawa ke kamar mandi/WC; (3) tidak boleh diletakkan di
bawah pusar; (4) tidak boleh dilangkahi. Ia pun pulang dengan membawa syarat
dan pantangannya tersebut bersama ayahnya.
Hari berikutnya ia pergi ke
Jakarta naik kereta api. Mungkin karena lelahnya, ia pun tertidur, disaat
tidurnya terlelap mimpi ia terbangun tiba-tiba, ternyata teman sekursinya main
kartu disitu. Dalam hati ia berkata, “Wah, pantangan pertama dah kulanggar nih,
ah tapi kan tidak saya sengaja.” Akhirnya ia tetap optimis dan pindah kursi,
tetapi ia pun tertidur lagi, di saat jalan membelok ia pun terjatuh dari kursi
dan tanpa sadar masuk ke WC gerbong kereta. Hatinyapun bergejolak lagi karena
pantangan kedua terlanggar lagi walau tanpa disengaja. Di dalam perjalanan itu
dia bertemu murid ayahnya waktu SD, disaat kebingungn karena baru pertama
menginjak Jakarta, ia ditawari nginap di tempat murid ayahnya itu dan ia pun
menyetujuinya.
Setelah turun kereta
akhirnya ia diajak minum dulu di PKL, tetapi anehnya disaat menikmati minum itu
dibalik kain penyekat PKL pas di belakang beliau ternyata ada lagi kejadian
aneh, yaitu para tukang becak berjudi disitu. Wah, pantangannya tanpa sengaja
terlanggar lagi, bathinnya. Karena lelah maka iapun tidur, karena takut nanti
syaratnya dibawa tanpa sengaja ke kamar mandi akhirnya diletakkan disebelah dia
tidur. Tetapi anehnya lagi, pada saat dia bangun dia terlupa kalau syaratnya
tadi diletakkan di sampingnya. Namun ia langsung berdiri, dan di saat berdiri
bangun dari tidurnya itu dia teringat akan syarat yang diberikan kyai di
daerahnya itu. Dan ternyata, kedua kakinya telah berada pas di atas syarat
pemberian itu, wah ternyata pantangan ketiga dan keempat telah dilanggar juga
tanpa disengaja.
Pendek cerita, beliau mengikuti
tes mahasiswa di STIE Jakarta seperti perintah ayahnya. Ternyata, hasilnya
adalah tidak diterima, sehingga ia kembali ke Jogja untuk mengejar tes ke IKIP
Karangmalang karena tes di UGM sudah terlambat. Dan akhirnya beliau diterima
jadi mahasiswa pendidikan matematika di IKIP Karangmalang, jadi dosen di tempat
itu juga, kuliah S2 di Inggris dan menempuh S3 dan akhirnya jadi guru besar dan
professor di UNY dan sekarang mengajar filsafat ilmu di kelas saya.
Dari ilustrasi cerita
diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sekuat apapun manusia berusaha (ikhtiar) manun jika keputusan
Yang Maha Kuasa (takdir)
menentukan lain pasti tidak akan tercapai keinginan dan cita-citanya. Namun,
dari kalimat itu bukan berarti manusia hanya berpangku tangan menunggu takdir,
tetapi karena takdir belum diketahui, maka manusia wajib ikhtiar dan tawakal sehingga segala keinginan dan cita-citanya
tercapai. Jikalau itu semua tidak tercapai berarti kehendak Allah SWT berkata
lain, sehingga kita tetap bersyukur karena dengan tidak dikabulkan keinginan
kita itu, mungkin itulah pilihan yang terbaik untuk kita pada saat itu. Jadi
begitulah, sehebat apapun manusia, ia tidak akan bisa melampaui kehendak Allah
SWT, maka jangan pernah mereduksi, mengurangi spiritual dalam mencari
kebenaran, ilmu, dan filsafat. Karena manusia hanyalah makhluk dan Allah SWT
adalah Sang Pencipta Alam Semesta Seisinya.
Refferensi
:
Diskusi
Kuliah Prof. Dr.Marsigit, M.A Jumat, 24 Oktober 2014