Senin, 27 Oktober 2014

Ikhtiar Manusia Tanpa Batas Tapi Takdir Membatasinya



KUATNYA IKHTIAR TAK MAMPU MEMBENDUNG
DATANGNYA TAKDIR
(Refleksi Perkuliahan Ketujuh Filsafat Ilmu Oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A)

Prof. Dr. Marsigit, M.A. pada hari jum’at itu langsung mengajak kami untuk diskusi olah pikir. Kami para mahasiswa kelas P2TK Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta langsung disuruh membuat pertanyaan minimal satu yang nantinya akan dijawab oleh professor kebanggan kami karena beliau tidak lagi mengadakan tes jawab singkat.
Satu pertanyaan yang membuat saya jadi tertegun, yaitu antara ikhtiar dan takdir serta hubungan sebab akibat. Pada saat itu dijelaskan panjang lebar antar ikhtiar dan takdir. Untuk ilustrasinya, professor menceritakan kisah nyata hidupnya yang melaksanakan ikhtiar sekuat tenaga tetapi takdir memutuskan lain.
Cerita bermula saat professor lulus SMA, beliau saat itu ingin sekali kuliah di UGM sebagai pilihan pertama dan IKIP Karangmalang (sekarang UNY) sebagai pilihan kedua. Namun sayang, keinginan orang tua lain, professor saat itu diperintah agar melanjutkan kuliah di STIE Jakarta yang nantinya bisa kerja di Departemen Keuangan. Sebenarnya ia sudah menolak tetapi karena perintah orang tuanya akhirnya ia menerima keputusan ayahnya.
Sebelum berangkat ke Jakarta, beliau diajak ayahnya menemui kyai di daerahnya, konon katanya setiap permintaan yang didoakan sang kyai selalu berhasil. Akhirnya, sebagai sebagai syarat maka ia diberi kain putih untuk dibawa besok ke Jakarta dengan berbagai syarat. Dimana kain tersebut tidak boleh: (1) tidak boleh dibawa ke tempat judi; (2) tidak boleh dibawa ke kamar mandi/WC; (3) tidak boleh diletakkan di bawah pusar; (4) tidak boleh dilangkahi. Ia pun pulang dengan membawa syarat dan pantangannya tersebut bersama ayahnya.
Hari berikutnya ia pergi ke Jakarta naik kereta api. Mungkin karena lelahnya, ia pun tertidur, disaat tidurnya terlelap mimpi ia terbangun tiba-tiba, ternyata teman sekursinya main kartu disitu. Dalam hati ia berkata, “Wah, pantangan pertama dah kulanggar nih, ah tapi kan tidak saya sengaja.” Akhirnya ia tetap optimis dan pindah kursi, tetapi ia pun tertidur lagi, di saat jalan membelok ia pun terjatuh dari kursi dan tanpa sadar masuk ke WC gerbong kereta. Hatinyapun bergejolak lagi karena pantangan kedua terlanggar lagi walau tanpa disengaja. Di dalam perjalanan itu dia bertemu murid ayahnya waktu SD, disaat kebingungn karena baru pertama menginjak Jakarta, ia ditawari nginap di tempat murid ayahnya itu dan ia pun menyetujuinya.
Setelah turun kereta akhirnya ia diajak minum dulu di PKL, tetapi anehnya disaat menikmati minum itu dibalik kain penyekat PKL pas di belakang beliau ternyata ada lagi kejadian aneh, yaitu para tukang becak berjudi disitu. Wah, pantangannya tanpa sengaja terlanggar lagi, bathinnya. Karena lelah maka iapun tidur, karena takut nanti syaratnya dibawa tanpa sengaja ke kamar mandi akhirnya diletakkan disebelah dia tidur. Tetapi anehnya lagi, pada saat dia bangun dia terlupa kalau syaratnya tadi diletakkan di sampingnya. Namun ia langsung berdiri, dan di saat berdiri bangun dari tidurnya itu dia teringat akan syarat yang diberikan kyai di daerahnya itu. Dan ternyata, kedua kakinya telah berada pas di atas syarat pemberian itu, wah ternyata pantangan ketiga dan keempat telah dilanggar juga tanpa disengaja.
Pendek cerita, beliau mengikuti tes mahasiswa di STIE Jakarta seperti perintah ayahnya. Ternyata, hasilnya adalah tidak diterima, sehingga ia kembali ke Jogja untuk mengejar tes ke IKIP Karangmalang karena tes di UGM sudah terlambat. Dan akhirnya beliau diterima jadi mahasiswa pendidikan matematika di IKIP Karangmalang, jadi dosen di tempat itu juga, kuliah S2 di Inggris dan menempuh S3 dan akhirnya jadi guru besar dan professor di UNY dan sekarang mengajar filsafat ilmu di kelas saya.
Dari ilustrasi cerita diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sekuat apapun manusia berusaha (ikhtiar) manun jika keputusan Yang Maha Kuasa (takdir) menentukan lain pasti tidak akan tercapai keinginan dan cita-citanya. Namun, dari kalimat itu bukan berarti manusia hanya berpangku tangan menunggu takdir, tetapi karena takdir belum diketahui, maka manusia wajib ikhtiar dan tawakal sehingga segala keinginan dan cita-citanya tercapai. Jikalau itu semua tidak tercapai berarti kehendak Allah SWT berkata lain, sehingga kita tetap bersyukur karena dengan tidak dikabulkan keinginan kita itu, mungkin itulah pilihan yang terbaik untuk kita pada saat itu. Jadi begitulah, sehebat apapun manusia, ia tidak akan bisa melampaui kehendak Allah SWT, maka jangan pernah mereduksi, mengurangi spiritual dalam mencari kebenaran, ilmu, dan filsafat. Karena manusia hanyalah makhluk dan Allah SWT adalah Sang Pencipta Alam Semesta Seisinya.

Refferensi :
Diskusi Kuliah Prof. Dr.Marsigit, M.A  Jumat, 24 Oktober 2014

2 komentar:

  1. luar biasa, hakekat Alloh sudah menuliskan qodlo untuk setiap hamba-Nya, tapi ikhtiar hamba dengan penuh kesungguhan mampu mengubah taqdir yang akan terjadi

    Herbal labdawara

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar Mas Waskim Kim, Ikhtiar dan tawakal itulah intinya. Biarlah Alloh SWT yang menentukan.

      Hapus