DETERMINASI GURU MEMBUAT MASALAH BARU
(Refleksi Perkuliahan Kelima Filsafat Ilmu Oleh Prof. Dr. Marsigit, M.A)
Proses perkuliahan pada
sore itu lain dari biasanya. Prof. Dr. Marsigit, M.A. yang biasanya mengadakan
diskusi olaha piker dengan model setengah lingkaran tetapi pada waktu itu kami
dibuat dua baris memanjang ke samping. Dan anehnya lagi yang biasanya setiap
awal perkuliahan diadakan tes jawab singkat ternyata pada perkuliahan ini tidak
dilaksanakan.
Proses perkuliahan olah piker
akhirnya dimulai. Bapak professor ternyata pada kesempatan ini ingin
menunjukkan kepada kami tentang kebaikan dan keburukan metode mengajar. Maklum kelas
kami adalah kelas P2TK jadi semuanya sudah mempunyai pengalaman mengajar di
SMP. Tanpa mengurangi semua penjelasan dari professor, saya menyoroti tentang
pesan tersembunyi dari semua uraian beliau.
Dari hasil diskusi kami
waktu itu, dapat saya cerna bahwa beliau ingin menunjukkan bahwa inilah metode tradisional atau biasa disebut metode konvensional. Pada metode
tradisional guru menggunakan metode
ceramah, jadi system pembelajaran terfokus pada guru, dalam hal ini guru
hanya mengalirkan semua ilmu dari dirinya keseluruh siswanya (deliver). Maka
model pembelajran ini ada yang menyebutkan dengan nama ekspositori.
Maka selama proses
pembelajaran semua murid dituntut untuk tetap terjaga sehingga semua penjelasan
dari guru dapat ditangkap oleh siswa. Maka jika siswa ada yang terlena bukan
tidak mungkin siswa tersebut akan tidak dapat menerima semua penjelasan dari
gurunya. Tetapi disinilah kekeliruannya, karena semakin guru mendominasi
dalam pembelajaran maka murid tidak akan punya kesempatan untuk berfikir
kritis, mengembangkan bakat dan minatnya bahkan murid akan selalu dalam tekanan
gurunya. Jadi sangatlah keliru jika seorang guru mendeterminasi proses
pembelajaran sehingga siswa tidak lagi punya ruang di kelasnya dan tidak bisa
menunjukkan jati dirinya untuk eksis selama pembelajaran.
Tanpa mengurangi semua
materi yang disampaikan Prof. Dr. Marsigit, M.A pada sore itu, saya mencoba
untuk menyoroti masalah pembelajaran yang dilaksanakan pada sore itu yaitu
metode tradisional, dimana dengan eksklusif-eksklusifismenya seorang guru tanpa
menyadari telah membuat masalah-masalah baru. Murid yang selama proses
pembelajaran tertekan dan dideterminasi olah gurunya sehingga tidak ada lagi ruang
untuk mengekspresikan dirinya maka dia akan mencari jatidirinya diluar kelas
dengan cara membuat kegiatan-kegiatan yang condong anarki, misal membuat geng,
berkelahi, mencuri, membuat onar dan banyak lagi. Semua itu tidak semata-mata
karena kesalahan murid tetapi bisa jadi dia ingin menjadi topic pembicaraan,
pusat perhatian dan pencarian jati diri karena selama di sekolah, di kelas
dalam proses pembelajaran dia tidak diberi ruang dan tertekan sebagai akibat
metode yang digunakan guru keliru.
Semoga refleksi ini dapat
menjadi pertimbangan bagi seorang pendidik dan calon pendidik bahwa di dalam
melaksanakan proses pembelajaran hendaklah membuat skema terlebih dahulu,
menetapkan metode dan model pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi,
sesuai dengan materi, dan sesuai dengan lingkungan sekolah. Maka gunakanlah
metode pembelajaran yang memberi ruang siswa untuk mengekspresikan dirinya, menemukan
jati dirinya, dan menarik dirinya, sehingga proses pembelajaran berjalan dua
arah antara guru dan murid tanpa meninggalkan aspek spiritual dan budaya
ketimuran kita.
Refferensi
:
Diskusi
Kuliah Prof. Dr.Marsigit, M.A Jumat, 10 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar